SOLOK - Salah sorang oknum Wali Nagari di Kabupaten Solok, Sumatera Barat santer diberitakan oleh beberapa media lokal bahkan Media Nasional Kompas, ditangkap aparat gabungan karena diduga menjadi pelaku sekaligus dalang penjualan satwa dilindungi jenis beruang dan trenggiling.
Di dalam pemberitaan media-media tersebut, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar), Ardi Andono mengatakan, pelaku berjumlah 3 orang ditangkap pada Rabu, 8 Desember 2021, di Jalan Raya Solok-Bukittinggi.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Katanya, ketiga pelaku adalah AR (44) yang juga oknum wali nagari serta HP (33) dan RS (42).
Beberapa media bahkan secara langsung menuding bahwa pelaku yang dikatakan oknum Wali Nagari yang juga merupakan otak (dalang) dari dugaan tindak pidana perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi itu adalah Wali Nagari Sumani.
Seperti yang ditulis salah satu media daring lokal Sumbar, "Belakangan diketahui, pelaku yang berinisial AR, 44 tahun, baru saja menerima penghargaan dari Polres Solok Kota atas kinerjanya sebagai Wali Nagari Sumani".
Menanggapi pemberitaan itu. Wali Nagari Sumani H.Masril Bakar, SE, membantah tuduhan pemberitaan yang dialamatkan kepada Wali Nagari Sumani yang saat ini dijabatnya meski dari inisialnya sangat jelas keliru.
"Inisial nama saya MB sementara dipemberitaan yang dituding sebagai pelaku, Wali Nagari Sumani itu AR dengan usia 44. Saya sendiri sudah berusia 60-an. Namun demikian, dengan menyebutkan pelaku yang ditangkap adalah Wali Nagari Sumani, tentu tetap berdampak pada saya, maupun terhadap keluarga besar saya, terlebih terhadap Nagari Sumani sendiri, " terangnya.
Menurut Masri Bakar, pemberitaan ini jelas telah mencemarkan nama baiknya, maupun Nagari serta kenyamanan keluarganya.
"Telah bertubi-tubi yang menanyakan terkait kebenaran berita ini kepada saya bahkan masyarakat Sumani di perantauan. Ini tentu sangat menguras pikiran, waktu hingga kita tidak fokus untuk melakukan hal-hal yang semestinya harus kita kerjakan dalam membangun Nagari, " ungkapnya.
"Intinya itu bukan saya yang tertangkap maupun pelakunya. Saya berharap kepada media-media yang telah keliru dalam pemberitaannya agar kembali meluruskan demi kenyamanan kita bersama, " pungkasnya menegaskan.
Sementara itu, Polres Solok Kota melalui Kasat Reskrim IPTU Evi Wansri, SH, dalam keterangan resminya mengatakan bahwa benar Sat Reskrim Polres Solok bersama BKSDA Provinsi Sumatera Barat telah berhasil mengungkap perkara tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem yang terjadi hari Rabu tanggal 08 Desember 2021 pukul 15.00 WIB bertempat di Halaman Parkir Rumah Makan Aur Duri Nagari Sumani Kec.X Koto Singkarak, Kab.Solok.
Adapun identitas pelaku, diterangkannya, dua orang laki-laki beinisial HP (33 tahun) pekerjaan Petani, warga Jorong Kipek Nagari Aia Luo Kecamatan Payung Sekaki Kabupaten Solok, dan RS (42 tahun), pekerjaan Petani, warga Desa Bogorejo Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran Provinsi Bandar Lampung.
Lebih jauh diterangkan IPTU Evi Wansri, kronologi penangkapan, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa telah terjadi dugaan tindak pidana Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi) yang bertempat di Halaman Parkir Rumah Makan Aur Duri Nagari Sumani Kec.X Koto Singkarak Kab.Solok.
“Dari informasi tersebut kemudian dilakukan penyelidikan, hingga pada hari Rabu tanggal 08 Desember 2021, Tim Sat Reskrim Polres Solok Kota bersama masyarakat atas nama BKSDA mengamankan 2 (dua) orang laki laki yang diduga sebagai pelaku dengan barang bukti 2, 5 Kg (Sisik Tringgiling), 1 (satu) Karung Kulit Beruang dan 1 (satu) Karung Tulang Beruang yang dibawa dengan Mobil Toyota Kijang Pick Up warna Hitam dengan Nopol BA 8315 HG. Kedua terduga pelaku telah diamankan dan dibawa ke Polres Solok Kota untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut, ” terangnya.
Berdasarkan introgasi terhadap kedua orang yang diamankan itu, hewan tersebut didapatkannya dari masyarakat, yang merupakan hasil jeratan babi di nagari panyangkalan. Sementara trenggiling berasal dari daerah Kipek Kabupaten Solok
Keduanya dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf d Undang - undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda 100 juta. (Amel)